Beranda · Teknologi · Olahraga · Entertainment · Gaya Hidup

Potensi Ekspor Bisnis Jamur

Sukses dengan berbisnis jamur tentu bukan hanya isapan jempol belaka. Semua orang memiliki peluang yang sama untuk bisa meraih sukses melalui bisnis jamur. Salah satunya yaitu Ir. Eddy W. Santoso yang sukses  membudidayakan jamur lingzhi, hiratake, shiitake, hon shimeiji, jamur tiram, jamur kuping, maitake, dan enoki.

Memulai usaha budidaya jamur di saat krisis moneter terjadi, tentu bukan perkara mudah bagi seorang Eddy W. Santoso. Pada awalnya lelaki lulusan Teknik ITB ini tidak tertarik untuk terjun menekuni bisnis budidaya jamur. Beliau lebih berminat menekuni bisnis komputer sebagai peluang usaha yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Namun sayang, perjalanan bisnis komputer yang telah dijalankannya selama 15 tahun ini harus gulung tikar diterjang badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997.

Kegagalannya dalam menjalankan bisnis komputer membuat Eddy harus berpikir keras dan berusaha bangkit dari keterpurukan yang sedang Ia alami. Saat itu permintaan komputer nyaris terhenti, sehingga Ia harus mencari peluang bisnis baru yang lebih menjanjikan di tahun-tahun yang akan datang.

Sejak kejadian tersebut, setiap harinya Eddy melakukan riset pasar dan belajar dari para pengusaha sukses yang ada di sekitarnya. Dan setelah melakukan pengamatan yang cukup lama, Eddy pun menjatuhkan pilihannya untuk menekuni bisnis jamur sebagai usaha barunya. Peluang tersebut diambil Eddy karena pada dasarnya tanaman jamur cukup mudah untuk dibudidayakan, terutama di daerah dingin seperti Jawa Barat. Selain itu kandungan gizi pada jamur juga cukup tinggi, sehingga peluang pasarnya pun masih sangat terbuka lebar.

Setelah tiga tahun menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy semakin optimis bahwa dirinya tidak salah memilih peluang bisnis. Pasalnya dari tahun ke tahun, permintaan pasar jamur semakin menunjukan peningkatan yang cukup tajam. Bahkan bisnis jamur yang dikembangkan Eddy belum bisa mencukupi permintaan jamur di sekitar kota Bandung dan Jakarta.

Melihat permintaan jamur (terutama jamur hiratake dan jamur lingzhi) yang terus meningkat, Eddy pun mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan kurang lebih 1 hektar lahan yang ada di Lembang untuk membudidayakan jamur. Tidak hanya itu saja, Eddy pun menggandeng para pemuda pengangguran di sekitar lokasi tersebut untuk diberikan pelatihan budidaya jamur sebelum mereka direkrut sebagai karyawan PT. Teras Desa Intidaya. Bahkan kesuksesan bisnis jamur Eddy tidak berhenti sampai disitu, untuk memperluas bisnis jamurnya Ia pun menjalin kerjasama dengan beberapa petani plasma guna mencukupi permintaan pasar jamur obat yang terus meningkat.

Kini di tengah kesuksesannya menjalankan bisnis budidaya jamur, Eddy tidak pernah lelah untuk berusaha memberikan nilai lebih kepada masyarakat sekitar dengan mengenalkan macam-macam jamur dan manfaatnya bagi para konsumen. Selain itu Eddy juga berharap, agar masyarakat Indonesia mulai mengembangkan bisnis jamur karena potensi pasar lokal maupun internasional masih sangat terbuka lebar.

Semoga kisah sukses pengusaha jamur ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca, khususnya para pemula yang tertarik menekuni bisnis jamur. Ingat, selalu ada peluang bagi siapa saja yang mau tekun dan terus berusaha. Mulai dari yang kecil, mulai dari yang mudah, mulai dari sekarang.

Potensi ekspor


Untuk jamur merang, sementara ini petani di sejumlah daerah di Jateng,Yogyakarta, Jabar bahkan Jakarta juga sudah membudidayakan secara komersil. Sebagian produksinya bahkan sudah diekspor ke berbagai negara melalui perusahaan lain. Memang kinerja ekspor produk jamur-baik berupa jamur segar, beku, kering, dan diasinkan maupun kemasan-Indonesia dari tahun ke tahun terus menurun (lihat tabel). Penurunan itu  mulai sejak 1994 hingga tahun lalu. Namun banyak pihak yang optimistis tahun ini akan kembali meningkat seiring dengan minat pembeli di luar negeri yang cukup tinggi.

Jateng termasuk daerah utama produsen jamur merang dan telah menembus pasar ekspor. Selama semester pertama tahun ini, misalnya, ekspor jamur merang Jateng tercatat 11.800 ton senilai US$12,1 juta ke AS, Australia, Taiwan,Korsel, Saudi Arabia dan Kanada.

"Kebutuhan pasar ekspor relatif tinggi dari tahun ke tahun, namun Jateng belum mampu memenuhinya karena wilayah pengembangannya terbatas," kata Asramin, Kabid Perdagangan Internasioal Depperindag Jateng. Sentra produksi jamur merang di Jateng saat ini baru di dua wilayah, yakni Wonosobo dan Brebes, padahal daerah lainnya terutama dataran tinggi potensial bagi pembudidayaan komoditas itu. Di Jakarta, perusahaan yang kosentrasi pada pengembangan budidaya jamur merang adalah PT Swausaha Merang Indonesia (SMI).

Perusahaan ini menggunakan pola kemitraan bagi petani yang sebelumnya diberikan pelatihan dan fasilitas selama proses produksi.

Menurut Dirut SMI Raindy Intan Wijaya, sementara ini kapasitas produksi jamur merang mitranya baru ditujukan untuk pasar lokal terutama pasar swalayan seperti Makro, Alfa, Matahari Swalayan serta restoran. "Sampai saat ini untuk pasar lokal saja yang sudah dipenuhi baru 20%, sedangkan permintaan pasar ekspor dari Hong Kong sama sekali belum mampu kami jamah," katanya.

Di swalayan lokal, harga eceran jamur merang berkisar Rp 11.000-Rp12.500 per kg, sedangkan harga di tingkat petani mencapai Rp 5.800 per kg.

Menurut Raindy, potensi keuntungan petani per kumbung sebesar Rp 600.000 per bulan. Dengan asumsi petani memiliki delapan kumbung penghasilan yang diperoleh sebesar Rp 4,2 juta per bulan. Untuk menurunkan risiko budidaya jamur merang, jelas dia, para petani harus menerjuni usaha jamur secara
profesional dengan menjaga standard kualitas produk serta memperkuat basis pemasarannya. Berbeda dengan jenis jamur lain, jamur merang tumbuh subur dengan tingkat suhu 31-32 derajat celcius sehingga dapat dibudidayakan di dataran rendah seperti halnya Jakarta.

Jamur kuping

Jenis jamur yang juga banyak permintaan adalah jamur kuping. Jenis jamur ini banyak dibudidayakan petani di Desa Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dengan dukungan Dinas Pertanian setempat terutama dalam memasok benihnya. Menurut Semedi, sekretaris Koperasi Jamur Kuping Cangkringan, sementara ini
tidak ada masalah dalam pemasaran produksi jamur karena sudah ada orang Taiwan yang siap menampung produksi. Sejumlah pedagang dari Surabaya,Semarang bahkan Jakarta datang sendiri ke Cangkringan untuk membeli jamur untuk kemudian dipasarkan ke pasar swalayan dan restoran. Para petani, jelas Semedi, menjual jamur kuping dalam kondisi kering dengan harga di tempat Rp 25.000 per kg, sedangkan harga di supermarket Rp 40.000 sampai Rp 45.000 per kg. Arief Widodo, seorang petani jamur kuping menyebutkan
potensi penghasilan petani dari budidaya jamur kuping per kumbung sekitar Rp 700.000 per bulan sehingga dengan memiliki dua kumbung saja seorang petani mendapat Rp 1,4 juta per bulan.

Keberadaan koperasi, jelas Arief, sejak awal untuk meningkatkan akses pasar terutama guna memanfaatkan peluang ekspor. Namun kapasitas produksi dan dukungan permodalannya belum menjangkau sehingga masih kosentrasi pada pasar lokal. Dia mengharapkan koperasi kelak mengusahakan peningkatan produksi dengan menambah jumlah kepemilikan kumbung serta memperoleh mitra yang memungkinkan untuk bekerja sama delam kegiatan ekspor. Jika melihat perkembangan usaha jamur tampaknya bisnis itu tidak boleh lagi dilihat
sebelah mata. Bisnis ini bisa dikembangkan lebih maksimal mengingat perusahaan asing pun lebih dahulu meliriknya.

Bagi teman-teman yang ingin memulai Bisnis Ekspor, Klik link di bawah ini :

Panduan dan Tutorial Ekspor Mudah

Dan cari Supplier Komoditi Ekspor, Klik Link Di Bawah ini :

Aplikasi Database Supplier dan Pengrajin Produk Lokal Se Indonesia

Semoga bermanfaat.  

0 Response to "Potensi Ekspor Bisnis Jamur"

Post a Comment